Fakta di Balik Pertambangan Timah Indonesia
KOMPAS.com – Keberadaan timah sebagai salah satu sumber daya alam yang olahannya dipakai menjadi penunjang aktivitas sehari-hari manusia bukanlah hal baru. Sejumlah sumber sejarah yang terarsip di Museum Timah Indonesia mengatakan, hasil bumi timah sudah digunakan di Indonesia sejak 1733, tepatnya pada masa Kesultanan Palembang.
Bahkan, ada sumber lain yang menyatakan bahwa timah sudah digunakan sebelum era Kesultanan Palembang sebagai mata uang, perhiasan, dan prasasti.
PT Timah Tbk merupakan perusahaan produsen dan eksportir logam timah terbesar di Indonesia yang berdiri sejak 1976. Tidak hanya menjadi produsen, PT Timah Tbk juga berperan sebagai eksportir logam timah.
Pada 1995, PT Timah Tbk bergabung ke Bursa Efek Indonesia, kemudian menjadi anggota MIND ID (Mining Industry Indonesia), BUMN Holding Industri Pertambangan Indonesia.
Perusahaan yang berdomisili di Pangkalpinang, Bangka Belitung, tersebut juga memiliki wilayah operasi di Riau, Kalimantan Selatan, Sulawesi Barat Daya, dan Cilegon. PT Timah Tbk mengelola timah secara terintegrasi, mulai dari eksplorasi, penambangan, pengolahan, serta pemasaran.
Ruang lingkup PT Timah Tbk meliputi pertambangan, perindustrian, perdagangan, pengangkutan, dan jasa.
Perusahaan itu juga memiliki beberapa anak perusahaan yang bergerak di berbagai bidang, seperti perbengkelan dan galangan kapal, jasa rekayasa teknik, konsultasi dan penelitian pertambangan, serta penambangan non-timah.
Direktur Utama PT Timah Tbk Achmad Ardianto memaparkan keberadaan timah di Indonesia merupakan bagian dari jalur yang disebut “ASEAN Team Belt”.
"Jalur yang berisi bijih timah dimulai dari Myanmar, turun ke Laos, Thailand, Malaysia, sampai di Indonesia. Di Indonesia, cadangan bijih timah, tersebar dari Kepulauan Riau sampai ke Provinsi Bangka Belitung (Babel)," ujarnya.
PT Timah Tbk melakukan eksplorasi melalui foto udara, geologi permukaan, pengamatan anomali tanah, dan juga pengeboran. Data yang didapat dari hasil pengeboran tersebut akan dibuat model untuk dilakukan penambangan.
Tambang timah milik PT Timah Tbk terbagi menjadi dua lokasi, yaitu onshore dan offshore.
Onshore merupakan sebutan penambangan timah yang dilakukan di darat. Sementara itu, offshore adalah penambangan timah yang dilakukan di dalam laut.
Proses produksi timah onshore dan offshore
Proses produksi timah onshore dilakukan di tambang darat yang tidak jauh dari pesisir pantai. Proses penambangan jalur darat dimulai dari pengumpulan tanah dengan bantuan alat berat.
Tanah yang telah dikumpulkan kemudian melalui proses pencucian lewat pipa agar timah sebagai mineral berat terpisahkan.
Sementara itu, proses produksi timah offshore dilakukan di Kapal Isap Produksi (KIP) yang berada di tengah-tengah laut.
Proses secara offshore berawal dari pengarahan kapal di beberapa titik bor yang telah dituju. Lalu, ladder diturunkan untuk mencapai titik tanah, disusul alat cutter sebagai pemotong dan pengeruk tanah di bawah.
Tanah yang sudah dipotong akan disedot dengan pompa tanah. Kemudian, pompa tanah akan mengirimkan tanah menuju alat saring yang dapat memisahkan butiran tanah kasar dan besar, dengan butiran tanah halus dan kecil.
Serupa dengan proses onshore, proses pencucian dilakukan melalui unit primer dan unit sekunder.
Unit pencucian primer memiliki kapasitas lebih besar sehingga mampu menangkap butiran bijih timah dan mineral lain. Di sisi lain, unit sekunder akan memproses hasil pencucian pasir timah dari unit primer agar lebih bersih.
Setelah melalui proses penambangan onshore maupun offshore, pasir timah yang telah disaring dan dibersihkan akan diolah di unit metalurgi.
Unit metalurgi yang terletak di Kota Muntok, Kabupaten Bangka, Kepulauan Bangka Belitung ini pernah dirancang sebagai lokasi peleburan timah terbesar di dunia.
Sebagai bagian dari PT Timah Tbk, unit metalurgi merupakan “tempat transit” hasil timah yang sudah ditambang sebelum diproses lebih lanjut.
Unit metalurgi berperan mengumpulkan pasir timah dari proses onshore dan offshore, mengecek kadarnya, serta meningkatkan kadar kualitas timah.
Sebelum diproses, pasir timah dari laut perlu dikeringkan terlebih dahulu menggunakan mesin pengering. Kemudian, seluruh timah yang telah ditambang dari laut dan darat diterima oleh bidang pengolahan timah.
Proses selanjutnya adalah pemisahan mineral dikarenakan kandungan timah pada pasir tersebut hanya sekitar 30 persen.
Perlu diketahui, pasir timah baru dapat diproses apabila timah yang terkandung di dalamnya mencapai 70 persen atau lebih.
Setelah kadar timah mencapai target, pengolahan pasir timah dapat berlanjut ke proses peleburan. Pasir timah tersebut akan dimasukkan ke dalam tanur atau tempat pembakaran timah untuk dilebur.
Untuk meleburkan pasir timah, dibutuhkan suhu sekitar 1.350–1.450 derajat Celcius. Agar timah dapat tercampur secara optimal, timah perlu diaduk selama proses peleburan. Setelah dilebur, timah akan masuk proses pemurnian dan pencetakan.
Proses pemurnian dilakukan dengan cara merendam timah ke dalam campuran kimia untuk memisahkan kandungan lain pada timah tersebut. Setelah itu, pencetakan timah dilakukan dan balok-balok timah pun siap didistribusikan atau diekspor.
Sebagai informasi, 95 persen timah murni merupakan komoditas yang diekspor, sementara sisanya digunakan di dalam negeri.
"PT Timah Tbk mengantongi total 127 Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari sekitar 600 IUP yang ada di Provinsi Bangka Belitung," tambah Achmad.
Kepedulian terhadap daerah terdampak penambangan
Menurut Achmad, reklamasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses penambangan. PT Timah Tbk dan pemerintah telah menyepakati rangkaian proses mencari, menemukan, membongkar, menutup kembali, hingga mereklamasi daerah pertambangan timah.
Meski bergerak di industri tambang, PT Timah Tbk turut mengutamakan kepedulian terhadap dampak-dampak lingkungan dan keanekaragaman hayati. Area yang menjadi bekas tambang timah dapat dimanfaatkan sebagai penangkaran binatang, perkebunan, penelitian perikanan, dan lain sebagainya.
Kepekaan terhadap lingkungan sekitar dilakukan dengan memperbaiki dan memulihkan vegetasi yang rusak akibat proses penambangan.
Pemulihan dilakukan dengan penanaman tanaman budidaya yang dapat meningkatkan nilai tambah area bekas tambang.
Hasil pemulihan tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat, ekowisata dan pendidikan, serta ekologi dan lingkungan dalam bentuk pengelolaan keanekaragaman hayati.
Suku Lom sebagai suku asli Kepulauan Bangka tidak luput dari perhatian PT Timah Tbk. Melalui beberapa program binaan, PT Timah Tbk mendukung pelestarian adat dengan pengembangan kapasitas kader penggerak revitalisasi bidang seni, religi, dan budaya lokal.
"Kepedulian terhadap lingkungan sekitar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya yang berada di sekitar kawasan operasional," tutur Achmad.